Selasa, 16 Juli 2013

onani menurut pandangan islam | efek samping onani | solusi mengatasi onani

Pengertian Onani
Onani merupakan suatu perbuatan yang dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap kemaluannya dengan tujuan untuk mencari kelezatan syahwat yaitu mengeluarkan mani’ (sperma) dengan cara-cara yang tidak syar’iy, baik mengeluarkannya dengan tangannya langsung atau dengan alat-alat tertentu.

Masturbasionani, atau rancap adalah perangsangan seksual yang sengaja dilakukan pada organ kelamin untuk memperoleh kenikmatan dan kepuasan seksual. Perangsangan ini dapat dilakukan tanpa alat bantu ataupun menggunakan sesuatu objek atau alat, atau kombinasinya. Masturbasi merupakan suatu bentuk autoerotisisme yang paling umum, meskipun ia dapat pula dilakukan dengan bantuan pihak (orang) lain.

Masturbasi memunculkan banyak mitos tentang akibatnya yang merusak dan memalukan. Citra negatif ini bisa dilacak jauh ke belakang ke kata asalnya dari bahasa Latin, mastubare, yang merupakan gabungan dua kata Latin manus (tangan) dan stuprare (penyalahgunaan), sehingga berarti “penyalahgunaan dengan tangan”. Dalam bahasa Melayu, masturbasi dikenal sebagai merancap, namun kata ini dalam penggunaan sehari-hari di Indonesia jarang dipergunakan lagi. Kata-kata kiasan sering dipakai untuk menyebutkan kegiatan ini, seperti “mengocok”, “main sabun”, dan sebagainya. Dalam percakapan sehari-hari bahasa Indonesia, kata coli cukup sering dipakai (Wikipedia).

 Onani/masturbasi adalah kegiatan untuk memuaskan syahwat dengan cara mengeluarkan “secara paksa” air mani. Onani/masturbasi bisa dilakukan oleh pria maupun wanita. Secara syar’i Onani/masturbasi termasuk perbuatan yang diharamkan oleh syari’at dan merupakan perbuatan dosa.
Dalam bahasa Indonesia Masturbasi memiliki beberapa istilah yaitu onani atau rancap, yang maksudnya perangsangan organ sendiri dengan cara  menggesek-geseknya melalui tangan atau  benda lain hingga mengeluarkan sperma dan mencapai orgasme. Sedangkan bahasa gaulnya adalah coli atau main sabun yaitu kegiatan yang dilakukan seseorang dalam memenuhi kebutuhan seksualnya, dengan menggunakan tambahan alat bantu sabun atau benda-benda lain, sehingga dengannya dia bisa mengeluarkan mani(ejakulasi).
Tujuan utama dari masturbasi adalah untuk mencari kepuasan atau melepas keinginan nafsu seksual dengan jalan tidak bersenggama. Dalam islam masturbasi dikenal dengan beberapa nama yaitu, al-istimna’ al-istimna’ billkaff, nikah al-yad, jildu umairah, al-i’timar atau‘adatus sirriyah. Masturbasi yang dilakukan oleh wanita, disebut al-ilthaf.
Masturbasi yang terlalu sering bisa memicu aktivitas berlebih pada saraf parasimpatik. Dampaknya adalah produksi hormon-hormon dan senyawa kimia seks meningkat teramasuk asetilkolin, dopamin dan serotonin. Ketidakseimbangan kimiawi yang terjadi akibat hobi masturbasi yang terlalu sering bisa memicu berbagai macam gangguan kesehatan antara lain sebagai berikut:
1. Kemampuan ereksi melemah dan Impotensi
Gangguan pada saraf parasimpatik bisa mempengaruhi kemampuan otak dalam merespons rangsang seksual. Akibatnya kemampuan ereksi melemah, bahkan pada tingkat yang parah bisa menyebabkan impotensi yakni gangguan seksual yang menyebabkan penis tidak bisa berdiri sama sekali.
2. Kebocoran katup air mani
Kemampuan saluran air mani untuk membuka dan menutup pada waktu yag tepat juga terganggu. Akibatnya sperma dan air mani tidak hanya keluar saat ereksi, lendir-lendir tersebut bisa juga keluar sewaktu-waktu seperti ingus sekalipun penis sedang dalam kondisi lemas.
3. Rambut rontok dan Kebotakan
Dampak lain dari ketidakseimbangan hormon yang terjadi jika terlalu sering masturbasi adalah kerontokan rambut. Jika tidak diatasi, lama-kelamaan akan memicu kebotakan atau penipisan rambut pada pria.
Sangatlah jelas bahwa akibat negatif dari melakukan masturbasi dapat menyebabkan tubuh menjadi lemah dan loyo sehingga aktifitas kerja akan terganggu dan menjadi tidak produktif lagi. Setiap kali tubuhnya mengejang karena orgasme, pria akan kehilangan cukup banyak energi karena hampir semua otot akan mengalami kontraksi. Akibatnya jika terlalu sering, pria akan kehilangan gairah untuk beraktivitas dan cenderung akan merasa ngantuk sepanjang hari.
Selain itu kontraksi otot saat mengalami orgasme bisa memicu nyeri otot, terutama di daerah punggung dan selangkangan. Bagi yang melakukannya dengan tangan kosong tanpa pelumas, rasa nyeri juga bisa menyerang penis karena gesekan yang terjadi bisa menyebabkan lecet-lecet.

 Hukum Istimna' (onani)
Onani termasuk salah satu perbuatan yang tercela, sama saja melakukannya di tempat-tempat yang sunyi (bersendirian) atau di tempat-tempat keramayan.
Dalil tentang diharomkannya adalah perkataan Alloh Ta’ala:
{وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (5) إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (6) فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ (7)} [المؤمنون: 5-7].
“Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau hamba sahaya (wanita) yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka pada demikian itu tidaklah tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas”. (Al-Mu’minun: 5-7).
Asy-Syafi’iy Rohimahulloh berkata di dalam “Al-Umm” (5/94):
“فَلَا يَحِلُّ الْعَمَلُ بِالذَّكَرِ إلَّا في الزَّوْجَةِ أو في مِلْكِ الْيَمِينِ وَلَا يَحِلُّ الِاسْتِمْنَاءُ وَاَللَّهُ تَعَالَى أَعْلَمُ”.
“Tidaklah boleh mempekerjakan kemaluan kecuali kepada istri atau kepada hamba sahaya (wanita), dan tidak dibolehkan melakukan onani, Wallohu Ta’ala A’lam (dan Alloh Ta’ala yang lebih Berilmu).   
Abul Abbas Ahmad Al-Harroniy Rohimahulloh Ta’ala ditanya tentang onani, apakah dia harom ataukah tidak?, maka beliau menjawab:
“أَمَّا الِاسْتِمْنَاء بِالْيَدِ فَهُوَ حَرَامٌ عِنْدَ جُمْهُورِ الْعُلَمَاءِ وَهُوَ أَصَحُّ الْقَوْلَيْنِ فِي مَذْهَبِ أَحْمَد وَكَذَلِكَ يُعَزَّرُ مَنْ فَعَلَهُ.
“Adapun onani dengan menggunakan tangan maka dia adalah harom menurut kebanyakan ‘ulama, dia adalah yang paling shohihnya dari dua pendapat di dalam mazhab Ahmad, demikian dita’zir orang yang melakukannya”.
“وَفِي الْقَوْلِ الْآخَرِ هُوَ مَكْرُوهٌ غَيْرُ مُحَرَّمٍ وَأَكْثَرُهُمْ لَا يُبِيحُونَهُ لِخَوْفِ الْعَنَتِ وَلَا غَيْرِهِ وَنُقِلَ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ أَنَّهُمْ رَخَّصُوا فِيهِ لِلضَّرُورَةِ: مِثْلَ أَنْ يَخْشَى الزِّنَا فَلَا يُعْصَمُ مِنْهُ إلَّا بِهِ وَمِثْلَ أَنْ يَخَافَ إنْ لَمْ يَفْعَلْهُ أَنْ يَمْرَضَ وَهَذَا قَوْلُ أَحْمَد وَغَيْرِهِ”.
“Dan pada pendapat yang lain dia dimakruhkan (dibenci), tidak harom, dan kebanyakan mereka tidak membolehkannya karena khowatir memudhorotkan dan tidak selainnya, dan dinukil dari sekelompok dari para shohabat dan para tabi’in bahwasanya mereka memberi rukhsoh (keringanan) karena dhorurot; seperti karena khowatir berzina, tidak akan menjaga dari zina melainkan dengan onani, seperti dia khowatir kalau dia tidak melakukannya akan sakit, ini adalah perkataan Ahmad dan yang selainnya.
“وَأَمَّا بِدُونِ الضَّرُورَةِ فَمَا عَلِمْت أَحَدًا رَخَّصَ فِيهِ. وَاَللَّهُ أَعْلَمُ”.
“Adapun kalau tanpa adanya dhorurot maka aku tidak mengetahui ada seseorang (dari ulama) memberikan rukhsoh padanya, Wallohu A’lam (dan Alloh yang lebih tahu). “Majmu’l Fatawa’” (34/229).


Beberapa Fatwa dari 3 Ulama'
Berikut beberapa jawaban dari tiga pertanyaan yang telah di terangkan oleh ulama-ulama besar masa kini.

1. Fatwa Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al Fauzan -hafizhahullah-
Tanya : “Saya seorang pelajar muslim (selama ini) saya terjerat oleh kabiasaan onani/masturbasi. Saya diombang-ambingkan oleh dorongan hawa nafsu sampai berlebih-lebihan melakukannya. Akibatnya saya meninggalkan shalat dalam waktu yang lama. Saat ini, saya berusaha sekuat tenaga (untuk menghentikannya). Hanya saja, saya seringkali gagal.
Terkadang setelah melakukan shalat witir di malam hari, pada saat tidur saya melakukannya. Apakah shalat yang saya kerjakan itu diterima ? Haruskah saya mengqadha shalat ? Lantas, apa hukum onani ? Perlu diketahui, saya melakukan onani biasanya setelah menonton televisi atau video.”

Jawab :
Onani/Masturbasi hukumnya haram dikarenakan merupakan istimta’ (meraih kesenangan/ kenikmatan) dengan cara yang tidak Allah Subhanahu wa Ta’ala halalkan. Allah tidak membolehkan istimta’ dan penyaluran kenikmatan seksual kecuali pada istri atau budak wanita. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.” [QS. Al-Mu`minun: 5 - 6]
Jadi, istimta’ apapun yang dilakukan bukan pada istri atau budak perempuan, maka tergolong bentuk kezaliman yang haram. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi petunjuk kepada para pemuda agar menikah untuk menghilangkan keliaran dan pengaruh negative syahwat.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian telah mampu menikah, maka hendaklah dia menikah karena nikah itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Sedang barangsiapa yang belum mampu maka hendaknya dia berpuasa karena puasa itu akan menjadi tameng baginya”. (HR. Al-Bukhari 4/106 dan Muslim no. 1400 dari Ibnu Mas’ud]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi kita petunjuk mematahkan (godaan) syahwat dan menjauhkan diri dari bahayanya dengan dua cara : berpuasa untuk yang tidak mampu menikah, dan menikah untuk yang mampu. Petunjuk beliau ini menunjukkan bahwa tidak ada cara ketiga yang para pemuda diperbolehkan menggunakannya untuk menghilangkan (godaan) syahwat. Dengan begitu, maka onani/masturbasi haram hukumnya sehingga tidak boleh dilakukan dalam kondisi apapun menurut jumhur ulama.
Wajib bagi anda untuk bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak mengulangi kembali perbuatan seperti itu. Begitu pula, anda harus menjauhi hal-hal yang dapat mengobarkan syahwat anda, sebagaimana yang anda sebutkan bahwa anda menonton televisi dan video serta melihat acara-acara yang membangkitkan syahwat. Wajib bagi anda menjauhi acara-acara itu. Jangan memutar video atau televisi yang menampilkan acara-acara yang membangkitkan syahwat karena semua itu termasuk sebab-sebab yang mendatangkan keburukan.
Seorang muslim seyogyanya (selalu) menutup pintu-pintu keburukan untuk dirinya dan membuka pintu-pintu kebaikan. Segala sesuatu yang mendatangkan keburukan dan fitnah pada diri anda, hendaknya anda jauhi. Di antara sarana fitnah yang terbesar adalah film dan drama seri yang menampilkan perempuan-perempuan penggoda dan adegan-adegan yang membakar syahwat. Jadi anda wajib menjauhi semua itu dan memutus jalannya kepada anda.
Adapun tentang mengulangi shalat witir atau nafilah, itu tidak wajib bagi anda. Perbuatan dosa yang anda lakukan itu tidak membatalkan witir yang telah anda kerjakan. Jika anda mengerjakan shalat witir atau nafilah atau tahajjud, kemudian setelah itu anda melakukan onani, maka onani itulah yang diharamkan –anda berdosa karena melakukannya-, sedangkan ibadah yang anda kerjakan tidaklah batal karenanya. Hal itu karena suatu ibadah jika ditunaikan dengan tata cara yang sesuai syari’at, maka tidak akan batal/gugur kecuali oleh syirik atau murtad –kita berlindung kepada Allah dari keduanya-. Adapun dosa-dosa selain keduanya, maka tidak membatalkan amal shalih yang terlah dikerjakan, namun pelakunya tetap berdosa. [Al-Muntaqa min Fatawa Fadhilah Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan IV 273-274]

2. Fatwa Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin -rahimahullah-
Tanya :
“Apa hukum melakukan kebiasaan tersembunyi (onani) ?”
Jawab:
“Melakukan kebiasaan tersembunyi (onani), yaitu mengeluarkan mani dengan tangan atau lainnya hukumnya adalah haram berdasarkan dalil Al-Qur’an dan Sunnah serta penelitian yang benar.
Dalam Al-Qur’an dinyatakan, “Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” [QS. Al-Mu'minun: 5 - 7]
Siapa saja mengikuti dorongan syahwatnya bukan pada istrinya atau budaknya, maka ia telah “mencari yang di balik itu”, dan berarti ia melanggar batas berdasarkan ayat di atas.
Rasulllah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai sekalian para pemuda, barangsiapa di antara kamu yang mempunyai kemampuan hendaklah segera menikah, karena nikah itu lebih menundukkan mata dan lebih menjaga kehormatan diri. Dan barangsiapa yang belum mampu hendaknya berpuasa, karena puasa itu dapat membentenginya.” (HR. Al-Bukhari: 4/106 dan Muslim no. 1400 dari Ibnu Mas’ud]
Pada hadits ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan orang yang tidak mampu menikah agar berpuasa. Kalau sekiranya melakukan onani itu boleh, tentu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkannya. Oleh karena beliau tidak menganjurkannya, padahal mudah dilakukan, maka secara pasti dapat diketahui bahwa melakukan onani itu tidak boleh.
Penelitian yang benar pun telah membuktikan banyak bahaya yang timbul akibat kebiasaan tersembunyi itu, sebagaimana telah dijelaskan oleh para dokter. Ada bahayanya yang kembali kepada tubuh dan kepada system reproduksi, kepada fikiran dan juga kepada sikap. Bahkan dapat menghambat pernikahan yang sesungguhnya. Sebab apabila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan biologisnya dengan cara seperti itu, maka boleh jadi ia tidak menghiraukan pernikahan.
[As ilah muhimmah ajaba ‘alaiha Ibnu Utsaimin, hal. 9, disalin dari buku Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram]

3. Fatwa Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz -rahimahullah-
Tanya:
Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : “Ada seseorang yang berkata ; Apabila seorang lelaki perjaka melakukan onani, apakah hal itu bisa disebut zina dan apa hukumnya ?”

Jawab:
Ini yang disebut oleh sebagian orang “kebiasaan tersembunyi” dan disebut pula “jildu ‘umairah” dan ‘‘istimna” (onani). Jumhur ulama mengharamkannya, dan inilah yang benar, sebab Allah Subhanahu wa Ta’ala ketika menyebutkan orang-orang Mu’min dan sifat-sifatnya, “Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al Mu’minun: 5 – 7]
Orang yang melampuai batas artinya orang yang zhalim yang melanggar aturan-aturan Allah.
Di dalam ayat di atas Allah memberitakan bahwa barangsiapa yang tidak bersetubuh dengan istrinya dan melakukan onani, maka berarti ia telah melampaui batas ; dan tidak syak lagi bahwa onani itu melanggar batasan Allah.
Maka dari itu, para ulama mengambil kesimpulan dari ayat di atas, bahwa kebiasaan tersembunyi (onani) itu haram hukumnya. Kebiasaan rahasia itu adalah mengeluarkan sperma dengan tangan di saat syahwat bergejolak. Perbuatan ini tidak boleh ia lakukan, karena mengandung banyak bahaya sebagaimana dijelaskan oleh para dokter kesehatan.
Bahkan ada sebagian ulama yang menulis kitab tentang masalah ini, di dalamnya dikumpulkan bahaya-bahaya kebiasan buruk tersebut. Kewajiban anda, wahai penanya, adalah mewaspadainya dan menjauhi kebiasaan buruk itu, karena sangat banyak mengandung bahaya yang sudah tidak diragukan lagi, dan juga betentangan dengan makna yang gamblang dari ayat Al-Qur’an dan menyalahi apa yang dihalalkan oleh Allah bagi hamba-hambaNya.
Maka ia wajib segera meninggalkan dan mewaspadainya. Dan bagi siapa saja yang dorongan syahwatnya terasa makin dahsyat dan merasa khawatir terhadap dirinya (perbuatan yang tercela) hendaknya segera menikah, dan jika belum mampu hendaknya berpuasa, sebagaimana arahan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai sekalian para pemuda, barangsiapa di antara kamu yang mempunyai kemampuan hendaklah segera menikah, karena nikah itu lebih menundukkan mata dan lebih menjaga kehormatan diri. Dan barangsiapa yang belum mampu hendakanya berpuasa, karena puasa itu dapat membentenginya.”
Di dalam hadits ini beliau tidak mengatakan : “Barangsiapa yang belum mampu, maka lakukanlah onani, atau hendaklah ia mengeluarkan spermanya”, akan tetapi beliau mengatakan : “Dan barangsiapa yang belum mampu hendaknya berpuasa, karena puasa itu dapat membentenginya”
Pada hadits tadi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan dua hal, yaitu :
Pertama: Segera menikah bagi yang mampu.
Kedua: Meredam nafsu syahwat dengan melakukan puasa bagi orang yang belum mampu menikah, sebab puasa itu dapat melemahkan godaan dan bisikan syetan.
Maka hendaklah anda, wahai pemuda, beretika dengan etika agama dan bersungguh-sungguh di dalam berupaya memelihara kehormatan diri anda dengan nikah syar’i sekalipun harus dengan berhutang atau meminjam dana. Insya Allah, Dia akan memberimu kecukupan untuk melunasinya.
Menikah itu merupakan amal shalih dan orang yang menikah pasti mendapat pertolongan, sebagaimana Rasulullah tegaskan di dalam haditsnya, “Ada tiga orang yang pasti (berhak) mendapat pertolongan Allah Azza wa Jalla : Al-Mukatab (budak yang berupaya memerdekakan diri) yang hendak menunaikan tebusan darinya. Lelaki yang menikah karena ingin menjaga kesucian dan kehormatan dirinya, dan mujahid (pejuang) di jalan Allah.” (HR. At-Tirmizi, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah)
(Dikutip dari terjemah Fatawa Syaikh Bin Baz, dimuat dalam Majalah Al-Buhuts, edisi 26 hal 129-130, disalin dari Kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram)

Hukuman bagi Yang Melakukan Onani

Sudah lewat penyebutan perkataan Abul ‘Abbas Al-Harroniy Rohimahulloh tentang hukuman bagi yang melakukannya yaitu di-ta’zir:
“وَكَذَلِكَ يُعَزَّرُ مَنْ فَعَلَهُ”.
“Demikian di-ta’zir orang yang melakukannya”.
Ta’zir bentuknya secara umum disesuaikan dengan kemaslahatan dan berdasarkan keputusan waliul amr sebagaimana disebutkan oleh Abul ‘Abbas Al-Harroniy dan muridnya Ibnul Qoyyim Rohimahumulloh

Perbuatan Onani adalah Termasuk Aib

Bila seseorang melakukan onani kemudian dia menceritakannya kepada temannya karena kebodohannya kemudian dia bertaubat, maka temannya tersebut tidak diperbolehkan untuk mengungkit-ngungkit perbuatannya tersebut setelah taubatnya, jika temannya tetap menceritakannya maka dia telah menzholiminya dan masuk dalam kategori membuka aibnya, Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam berkata:
«مَنْ تَتَبَّعَ عَوْرَةَ أَخِيهِ المُسْلِمِ تَتَبَّعَ اللَّهُ عَوْرَتَهُ».
“Barang siapa yang mencari-cari (membongkar) aib saudaranya seorang muslim maka Alloh akan membongkar aibnya”. Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy dari Nafi’ dari Abdulloh bin Umar.
Begitu pula kalau seseorang melakukan onani di tempat-tempat yang sunyi kemudian ada orang lain secara kebetulan mendapatinya sedang melakukan perbuatan tersebut maka orang yang mendapatinya dibolehkan untuk melaporkannya kepada orang tuanya, jika dia berada di lingkungan orang tuanya, atau melaporkannya kepada ustadznya jika dia berada di pondok pesantren, sehingga perkaranya kembali kepada ustadz pemilik pondok pesantren tersebut, dan tidak diperbolehkan kemudian ustadz atau orang yang mendapatinya membeberkan atau menceritakannya kepada orang lain karena akan menzholiminya dengan membongkar aibnya, dari Mu’awiyyah, beliau berkata: Aku mendengar Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam berkata:
«إِنَّكَ إِنِ اتَّبَعْتَ عَوْرَاتِ النَّاسِ أَفْسَدْتَهُمْ أَوْ كِدْتَ أَنْ تُفْسِدَهُمْ».
“Sesungguhnya kamu jika mencari-cari (memata-matai) aib-aib manusia maka kamu telah menyobek-nyobek (merusak) mereka atau barangkali kamu akan membinasakan mereka”. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ath-Thobariy.
Abu Darda’ berkata:
“كَلِمَةٌ سَمِعَهَا مُعَاوِيَةُ مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، نَفَعَهُ اللهُ بِهَا”.
“Ini adalah kalimat yang Mu’awiyyah mendengarkannya dari Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam, Alloh telah memberikannya manfaat dengannya”.

Hukum Orang yang Berpuasa Melakukan Onani

Permasalahan ini ada dua pendapat di kalangan ulama:
Pertama: Jumhur (kebanyakan ulama) berpendapat bahwasanya dia membatalkan puasa, mereka berdalil dengan hadits qudsiy:
«يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَأَكْلَهُ وَشُرْبَهُ مِنْ أَجْلِى». 
“Seseorang meninggalkan syahwatnya, makanannya dan minumannya karena-Ku”.
Kedua: Ibnu Hazm, Ash-Shon’aniy dan Al-Albaniy mereka berpendapat bahwasanya onani tidak membatalkan puasa, karena tidak adanya nash (dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah) yang menjelaskan tentang batalnya puasa, dan ini adalah pendapat yang paling shohih (benar).

Bantahan Terhadap Pendapat Pertama

Adapun perkataan mereka berdalil dengan hadits qudsiy:
«يَدَعُ شَهْوَتَهُ». 
“Seseorang meninggalkan syahwatnya”, maka ini adalah lafazh yang umum, dia mencakup jima’ (hubungan kelamin) dan istimna’ (onani), karena keumumannya maka kita katakan pula bahwasanya cinta dunia juga termasuk dari syahwat, sebagaimana yang Alloh Ta’ala sebutkan di dalam surat “Ali Imron” ayat (14):
{زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ}
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang, itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Alloh-lah tempat kembali yang baik (surga)”.
Apakah orang yang berpuasa ketika sibuk dengan urusan dunia, bekerja dan yang semisalnya maka apakah dia membatalkan puasa? Atau apakah ketika orang yang berpuasa memiliki syahwat lalu menciup istrinya maka ini membatalkan puasa?, tentu jawabannya adalah tidak!, Asy-Syaikhon meriwayatkan dari hadits Aisyah, dia berkata:
“كَانَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم يُقَبِّلُ وَهُوَ صَائِمٌ”.
“Dahulu Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam mencium (istrinya) dan dia adalah puasa”.
Adapun perkataannya:
«يَدَعُ شَهْوَتَهُ»
“Meninggalkan syahwatnya” maka dia adalah lafazh yang khusus, diinginkan dengannya jima’ (hubungan kelamin), dan ini adalah pendapat yang paling shohih (benar), dengan dalil hadits Aisyah dan Abu Huroiroh, keduanya berkata:
“قَالَ رَجُلٌ: “وَقَعْتُ عَلَى امْرَأَتِي، وَأَنَا صَائِمٌ” وَفِي رِوَايَةٍ: “أَصَبْتُ أَهْلِي فِي رَمَضَانَ”، أَي جامعتها.
“Seseorang berkata: “Aku telah menumpangi istriku, dan aku adalah berpuasa”, dalam suatu riwayat: “Aku menumpangi istriku pada siang hari Romadhon”, yaitu menjima’inya.

Akibat atau Efek dari Melakukan Onani

Apakah efek samping onani memakai sabun?
Beberapa jenis sabun mengandung zat yang bersifat menimbulkan rangsangan pada lapisan dalam kulit dan bersifat terlalu kuat untuk lapisan dalam kulit, sehingga menimbulkan semacam luka lecet, iritasi dan luka pada organ reproduksi anda.
Apa Solusinya?
Apabila kita menyibukkan diri dengan melakukan aktivitas yang seimbang antara fisik, mental dan spiritual saya yakin dorongan seksual akan teralihkan. Hindari melihat atau membaca buku, majalah, atau website yang berisikan konten haram pornografi. Dengan demikian kita tidak akan selalu terangsang, sehingga dapat menahan diri untuk tidak selalu melakukan onani. Perbanyak shaum sunnah sebagai metode yang dicontohkan oleh Rosulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam untuk mengekang syahwat.
Jika anda masih berat meninggalkan kebiasaan onani/masturbasi maka segeralah menikah sebagai solusi terbaik untuk menghilangkan kebiasaan buruk tersebut.
 
Sebagaimana telah lewat penjelasannya bahwa onani adalah harom, ini adalah pendapat yang paling benar, karena dia harom maka telah kita ketahui bersama bahwasanya setiap yang Alloh Ta’ala haromkan tentu memberikan madhorot bagi yang melakukannya.
Diantara madhorot onani terhadap jasmani dan rohani adalah:
Pertama: Menyebabkan sakit pinggang dan pegal-pegal.
Kedua: Tidak teraturnya proses buang air kecil (kencing).
Ketiga: Melemahkan urat-urat yang berada di sekitar penis hingga tertekan pada biji kemaluan.
Keempat: Melatih penis dengan kekerasan sehingga ketika sudah melakukan jima’ dengan istrinya tidak merasa puas.
Keenam: Menyebabkan mata kabur (mengurangi daya penglihatan).
Ketujuh: Merusak hafalan (daya ingatan).
Kedelapan: Menyebabkan rasa bosan dan malas, lebih-lebih dalam usaha mencari jodoh.
Kesembilan: Menghambur-hamburkan air mani.
Kesepuluh: Mengakibatkan badan mengering hingga mengantarkan kepada kurusnya badan.

Cara-cara Supaya tidak Melakukan Onani

Pertama: Banyak berdoa dan berlindung kepada Alloh Ta’ala dari berbuat onani, Ashabussunan kecuali Ibnu Majah telah meriwayatkan dari hadits Syutair bin Syakl bin Humaid, dari bapaknya, beliau berkata: Aku berkata:
“يَا رَسُولَ اللهِ، عَلِّمْنِي دُعَاءً أَنْتَفِعُ بِهِ قَالَ: “قُلِ: اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ سَمْعِي، وَمِنْ شَرِّ بَصَرِي، وَمِنْ شَرِّ لِسَانِي، وَمِنْ شَرِّ قَلْبِي، وَمِنْ شَرِّ مَنِيِّي” يَعْنِي ذَكَرَهُ.
“Wahai Rosululloh, ajarkanlah kepadaku suatu doa yang memberikan manfaat kepadaku dengan doa tersebut, beliau berkata: “Ucapkanlah: Ya Alloh sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kejelakan pendengaranku, dari kejelekan penglihatanku, dari kejelekan lisanku, dari kejelekan hatiku dan dari kejelekan maniku” ya’ni kemaluannya.
Kedua: Menyibukan diri dengan menuntut ilmu, beribadah dan beramal sholih.
Ketiga: Tidak berbaring ke tempat tidur melainkan sudah sangat ngantuk sehingga langsung tertidur.
Keempat: Tidak membiasakan berdiam di dalam kamar secara terus menerus namun hendaknya dia memperbanyak duduk di masjid atau di maktabah jika dia di pondok pesantren atau menyibukan diri dengan ketaatan, ibadah, membaca, membahas dan menulis.
Kelima: Menjauhi pergaulan bebas.
Keenam: Menundukan pandangan, Alloh Ta’ala berkata:
{قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ} [النور: 30]
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Alloh adalah Al-Khobir (Maha mMengetahui) apa yang mereka perbuat”. (An-Nur: 30).
Ketujuh: Tidak berlama-lama ketika di dalam WC.
Kedelapan: Tidak menyentuh-nyentuh kemaluan kecuali memang membutuhkan untuk menyentuhnya, seperti bersuci setelah buang air kencing atau buang air besar, mandi, jenabah atau mencukur bulu-bulunya.
Kesembilan: Malu kepada Alloh Ta’ala, dan yakin bahwasanya Dia selalu mengawasianya:
{وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ} [البقرة: 231]
“Dan bertaqwalah kepada Alloh serta ketahuilah bahwasanya Alloh terhadap segala sesuatu adalah Al-’Alim (Maha Mengetahui)”. (Al-Baqoroh: 231).
Kesepuluh: Menikah.
Kesebelas: Banyak puasa sunnah, Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam berkata:
«مَنِ اسْتَطَاعَ البَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ، وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ»
Barangsiapa yang sudah memiliki kemampuan maka hendaknya dia menikah, karena dia lebih menundukan pandangan dan lebih menjaga terhadap kemaluan, dan barang siapa yang tidak mampu maka baginya berpuasa, karena sesungguhnya puasa baginya adalah tameng (benteng)“. Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhon dari hadits Abdillah bin Mas’ud.


KESIMPULAN
  • Onani/masturbasi secara medis berbahaya bagi kesehatan akibat aktifitas yang berlebihan dari syaraf-syaraf tertentu sehingga menimbulkan ketidakseimbangan hormonal.
  • Beberapa akibat efek samping onani adalah impotensi/lemah syahwat, kebocoran katup air mani dan rambut rontok/kebotakan. Onani juga menyebabkan tubuh lemah, loyo dan nyeri otot punggung dan selangkangan sehingga produktifitas kerja menjadi berkurang.
  • Islam mengajarkan untuk bershaum atau menikah sebagai bentuk solusi agar gejolak syahwat bisa teratasi. 

Sumber :
Sumber 1
Sumber 2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar